Quantcast
Channel: Ocehan Ade Anita
Viewing all articles
Browse latest Browse all 722

Ajari Anak Kelola Keuangan Dengan Bijak Sejak Dini

$
0
0
Kali ini, aku akan membuat tulisan parenting dengan tema Ajari Anak Kelola Keuangan Dengan Bijak Sejak Dini.

Dulu, waktu baru punya anak satu orang, aku punya pelajaran yang amat berharga terkait dengan keuangan. Jadi, ceritanya tuh suamiku mengajak aku untuk segera menyusul dirinya yang sedang belajar di Australia, segera setelah dokter anak menyatakan bahwa bayi kami aman untuk diajak dalam waktu cukup lama bepergian dengan pesawat terbang. Berhubung aku adalah anak pertama dalam keluarga yang dipastikan akan berada jauh dari lingkungan keluarga, maka ayah dan ibuku membekaliku dengan sedikit uang.

"Ini. Pegang uang ini. Kita gak pernah tahu apa yang terjadi di hari esok, jadi ayah dan ibu ingin kamu punya sedikit simpanan untuk keperluan tak terduga nanti disana."

Tidak bisa dipungkiri sih memang kekhawatiran kedua orang tuaku. Aku dan suami tidak punya satu pun anggota keluarga yang bermukim di Australia kala itu (eh, ada sih, tapi kami belum tahu dia tinggal dimana dan bagaimana kondisinya; jadi harus nyari dulu gitu deh). Tiket pesawat juga mahal jika harus sering bolak-balik. Jadi, amat wajar ketika ayah dan ibuku membekaliku dengan sedikit uang.

Tapi, ketika aku sampai disana, alhamdulillahnya ternyata suamiku seorang yang apik dalam perencanaan keuangan. Meski tidak punya banyak uang, tapi karena perencanaan yang dia lakukan amat rapi dan terencana secara teratur, maka alhamdulillah aku hidup tidak kekurangan. Jadilah uang yang dibekali oleh kedua orang tuaku tidak terpakai. Maka, suamiku pun menyarankan agar uang tersebut ditabung di bank.

Maka, berjalanlah aku ke bank untuk membuka rekening baru.
Tapi apa yang terjadi? Ternyata, untuk membuka rekening tabungan tidak bisa dibuka begitu saja. Ada sebuah pernyataan dari orang bank yang begitu lekat di ingatanku hingga sekarang.

"Ini bukan masalah kamu punya uang atau tidak punya uang. Tapi, kejelasan statusmu. Kami tidak begitu saja menerima uang dari calon nasabah yang ingin membuka rekening di bank kami begitu saja jika kami tidak tahu apa-apa tentang identitas calon nasabah kami. Nah... sekarang, apa pekerjaanmu? Apa jaminan yang kamu miliki hingga bisa meyakinkan kami bahwa kamu memang punya harta yang pasti, bukan hanya hari ini tapi juga di masa yang akan datang? Apa jaminan yang bisa kamu tunjukkan bahwa   hartamu adalah harta yang bisa dipertanggung-jawabkan secara legal; bukan harta yang diperoleh secara mendadak? Apa lagi yang kamu miliki selain dari uang di tanganmu saat ini, mam?"

Waktu itu, aku tersinggung sekali. Mungkin karena aku masih muda ya (24 tahun), dan untuk pertama kalinya mengalami penolakan. Bayangkan: ditolak untuk menabung hanya karena tidak punya harta tak bergerak atas nama sendiri. Entah itu rumah, tanah, atau sekedar rekening listrik atau rekening telepon dimana tertera namaku di helai kertasnya. Berarti, uang banyak saja tidak cukup.
Huff.
Aku asli tersinggung.
Tapi, sekaligus hal ini menjadi sebuah momentum buatku. Momentum berupa pemahaman baru, bahwa:

UANG BANYAK SAJA TIDAK CUKUP JIKA TIDAK PUNYA INVESTASI APAPUN

Karena ukuran kaya yang diakui itu bukan dari besarnya jumlah uang yang dimiliki saat ini, tapi dari jumlah investasi yang dimiliki selain dari jumlah uang saat ini.


Akhirnya, pemahaman inilah yang membuatku mulai mendidik anak-anakku untuk melek finansial.

dari acara Gathering para blogger dan sunlife financial indonesia bersama Safir Senduk, dalam makalahnya yang berjudul Bijak mengelola keuangan untuk profesi blogger, dikatakan bahwa karakter seseorang itu mempengaruhi pengaturan keuangannya. Artinya, penting untuk membentuk karakter anak sejak dini dalam hal pengaturan keuangan mereka.


Ajari Anak Kelola Keuangan Dengan Bijak Sejak Dini

 Anakku ada tiga orang. Sejak kecil, aku dan suami sepakat untuk  tidak pernah membiasakan mereka jajan sembarangan di luar rumah tanpa terkontrol. Uang jajan baru kami berikan pada mereka ketika mereka duduk di bangku kelas enam (5) sekolah dasar (SD). Untuk keperluan makan dan minum, mereka kami bekali bekal makanan dan minuman dari rumah.

Meski demikian, sejak kecil mereka sudah diajarkan arti pentingnya menabung. Itu sebabnya meski mereka tidak pernah diberi uang jajan sehari-hari sejak kecil, tidak pernah dibekali uang apapun bahkan, tapi mereka tetap punya tabungan dalam bentuk celengan. Uang yang ditabung di celengan ini umumnya didapat ketika mereka bertemu dengan saudara yang sudah sepuh dan suka memberi oleh-oleh uang receh pada anak-anak. Tapi, bukan hanya didapat dari pemberian orang lain juga sih sebenarnya uang tabungan yang berhasil dikumpulkan oleh anak-anakku. Karena, beberapa kali mereka juga mendapat upah dari pekerjaan yang aku berikan pada mereka. Seperti ketika mereka meminta uang untuk membeli buku misalnya.

"Berapa harga bukunya?"
"Lima puluh ribu."
"Oke, ini ibu kasih uang lima puluh ribu. Tapi, kalau kamu berhasil mendapat buku yang sama dengan harga yang jauh lebih murah, maka ibu tidak akan meminta kelebihan uang yang sudah ibu kasih."

Atau, mereka menjual beberapa kreasi mereka ke teman-teman dan mendapat uang dari situ. Kebetulan sekolah memang mengajarkan tentang arti pasar dan kegiatan jual beli yang terjadi di pasar. Dalam kegiatan jual beli ini, anak-anak belajar tentang bagaimana melakukan transaksi jual beli dan cara mengetahui apakah mereka mendapat kerugian atau keuntungan dari transaksi jual beli yang mereka lakukan tersebut.

Hal-hal seperti ini adalah sebuah pelajaran tentang keuangan pada anak-anakku. Ada satu nasehat yang selalu aku berikan pada mereka dan ini merupakan nasehat yang aku dapat berkat pengalaman di masa lalu itu.

"Nak, menabung itu penting. Karena jika menuruti agar keinginan kita terpuaskan, maka kita tidak akan pernah puas. Selalu akan merasa kekurangan terus. Nah, menabung itu bagian dari investas dan itu berguna untuk ketenangan di hari esok."

BENTUK-BENTUK PENDIDIKAN PERENCANAAN KEUANGAN  YANG DIAJARKAN PADA ANAK


Pendidikan tentang perencanaan  keuangan pada anak sejak usia dini yang berlangsung di keluargaku, terbagi dalam beberapa jenis yang berbeda. Mereka adalah sebagai berikut:

1. Apa itu skala prioritas.

Karena dibiasakan tidak memegang uang sejak kecil, maka anak-anakku terdidik dengan sebuah kebiasaan harus mengatakan apa yang mereka butuhkan pada orang tuanya (dalam hal ini berkedudukan sebagai yang memiliki uang atau pemilik modal). Karena anakku ada tiga orang, tentu saja jika ada tiga kepentingan yang diajukan dalam satu waktu padahal uang yang tersedia terbatas jumlahnya, maka anak-anak diajarkan untuk merundingkan semua keperluan tersebut berdasarkan pembagian beberapa skala prioritas. Skala prioritas kebutuhan itu adalah:

- Keperluan mendesak dan sifatnya segera.
- Keperluan penting tapi sifatnya bisa ditunda
- Keperluan penting tapi sifatnya bisa diganti dengan alternatif lain
- Keperluan tidak terlalu penting
- Keperluan bersenang-senang saja.


Kami punya kebiasaan berkumpul di atas tempat tidur di kamar utama (yang memiliki ukuran tempat tidur king size) dan berbincang-bincang tentang apa saja di sana, termasuk tentang penentuan skala prioritas dari perencanaan keuangan keluarga kami. Lima orang berbaring bersama sambil ngobrol itu asyik banget.

Aku dan suami cukup terbuka tentang kondisi keuangan keluarga kami pada anak-anak. Berapa penghasilan ayahnya, berapa pengeluaran rutin keluarga dan rumah tangga.

Jadi, anak-anak tahu bahwa kami memang punya pemasukan uang. Tapi, di waktu yang sama, anak-anak juga tahu bahwa kami juga punya pengeluaran rutin yang harus dibayar, dan berapa uang sisa yang ada saat ini. Karena keterbukaan ini maka anak-anak sepertinya jadi otomatis "tahu diri" ketika mereka berunding tentang skala prioritas dari keperluan yang mereka ajukan pada kami. Belakangan, kombinasi keterbukaan tentang kondisi keuangan dan diskusi terbuka tentang skala prioritas keperluan masing-masing anggota keluarga, malah membuat anak-anak menjadi rajin menabung dan "sungkan jika harus menyusahkan orang tuanya".

Jadi, jika mereka punya kebutuhan dengan skala prioritas derajat 'keperluan tidak terlalu penting' dan 'keperluan untuk bersenang-senang saja' maka biasanya mereka selalu meminta dahulu dengan kalimat: "Ayah... misalnya nih, aku mau beli x... boleh nggak? Ayah punya uang nggak untuk itu?"
Alhamdulillah jadi tidak terlalu boros karena keterbukaan ini.

Tapi kalau kebutuhan itu derajat 'keperluan mendesak dan segera' maka biasanya cukup dengan sms pun akan diusahakan untuk dipenuhi. Misalnya: datang pesan di whats app group keluarga intiku, "ayah pulsaku habis. Tolong isiin dong.". Ya sudah, diusahakan untuk segera dikirim. (catatan: instal aplikasi whats app atau line di handphone seluruh anggota keluarga dan buatlah group keluarga inti; ini penting untuk saling info, terutama info minta pulsa. Biar tidak tersaru dengan sms palsu).

2. Ayo Investasi dan menjadilah kaya.


Nah, ini juga pelajaran tentang perencanaan keuangan yang dikembangkan dalam keluarga kecilku.Yaitu bahwa memiliki harta saat ini, belum bisa dikatakan sebagai kaya jika belum memiliki investasi. Karena, harta yang kita miliki saat ini adalah gambaran kondisi keuangan kita saat ini. Sedangkan investasi kita adalah gambaran kondisi keuangan kita di masa yang akan datang insya Allah. Memiliki keduanya menjadi ukuran keseluruhan dari gambaran kondisi keuangan kita.

 Itu sebabnya, anak-anakku rajin menabung. Bahkan termasuk si bungsu, juga rajin menabung.


uang yang ada dimasukkan ke dalam celengan. Jika celengan penuh, masukkan ke tabungan di bank. Senangnya menabung di bank itu karena dapat hadiah langsung ketika membuka tabungan. Tapi jangan lupa juga untuk memasukkan infaq ke kencleng akhirat ya. Abaikan merek tertentu dari bank di atas. Ini bukan iklan bank itu kok 

3. Tidak ada yang gratis di dunia ini; tapi dari sesuatu yang gratis jika bisa kita manfaatkan maka akan membuat kita kaya raya.


Anak-anakku tahu pasti bahwa semua serba harus dibayar atau dibeli dengan uang. Tapi, anak-anak juga tahu bahwa disamping semua hal yang serba bersifat komersial, ada juga sesuatu yang gratis dan bisa dimiliki oleh siapapun.

Ada sebuah nasehat yang yang sering aku sisipkan pada anak-anakku.

ini dia nasehatnya

Jika kalian ingin memulai untuk merintis kekayaan, maka mulailah dari sesuatu yang bersifat gratis. Alias, pingin dapat duit tambahan yang gampang itu, mulai dengan ngeduitin sesuatu yang gratis. Apa saja sesuatu yang bersifat gratis itu?

Sebenarnya, sesuatu yang bersifat gratis di sekeliling kita itu terbagi atas empat hal:


  1. Mendapat sumbangan dari orang yang lebih mampu dari kita (seperti dapat uang angpau atau mendapat sumbangan dari orang lain. Eh, tapi hindari mengumpulkan sumbangan dari orang lain, karena nanti malah terbentuk karakter Pengemis pada anak). 
  2. Mendapat keberuntungan dari harta tak terduga (seperti mendapat harta karun, atau memenangkan lotere, atau memenangkan hadiah yang bersifat gambling. Tapi, ini juga bukan sebuah pilihan terhormat. Karena jika dijalankan, kelak hanya akan memanjangkan angan-angan saja dan membuat pelakunya terus bermimpi dan lupa dengan kenyataan hidup. Hindari menempuh mendapatkan harta dari ini, karena hanya akan mengajarkan karakter Penjudi pada anak).
  3. Berusaha dengan memanfaatkan kemampuan diri sendiri (ketrampilan dan pendidikan serta pengetahuan yang kita miliki itu adalah sesuatu yang bersifat gratis loh. Kita bisa memanfaatkannya kapan saja kita mau. Nah... Ini yang harus diajarkan pada anak-anak kita: karakter berusaha dan pantang menyerah serta giat belajar).
  4. Menabung sedikit demi sedikit dari sisa uang yang kita miliki (namanya juga sisa uang, daripada dihabiskan tidak karuan lebih baik dikumpulkan. Ini juga gratis sifatnya. Dan ini juga harus diajarkan pada anak-anak, karena ini mengajarkan karakter Hemat dan Senang berinvestasi).


Pilihan yang bijak untuk dipilih adalah pilihan nomor tiga dan nomor empat.

ini gambaran dari empat hal gratis yang bisa dimanfaatkan. Ada hadiah dari cuma-cuma dari sesuatu yang tak terduga, ada sumbangan yang akan diberikan pada orang lain, ada prakarya yang bisa dijual, ada tabungan.


Itu sebabnya, tidak jemu rasanya aku menasehati anak-anakku untuk giat berusaha, belajar, dan mencari pengalaman untuk menambah ketrampilan hidup. Karena pendidikan dan keterampilan hidup adalah investasi masa depan yang dimiliki oleh seseorang.

kegiatan pasar dan belajar transaksi jual beli di sekolah anakku. Mereka berhitung cara mencari keuntungan dan menentukan harga jual barang dan cara agar barangnya laku.

bermacam-macam ketrampilan dan pendidikan yang berguna sebagai investasi masa depan anak-anak: selain belajar di sekolah formal, ajarkan anak keterampilan lain: memasak, olahraga, main musik, menulis, membuat prakarya, menjahit, mengetik, dll
Nah... dalam hal ini, aku ingin menekankan pada pentingnya anak-anak memiliki keterampilan selain dari pelajaran yang mereka peroleh di sekolah. Jika anak senang menggambar, mungkin bisa diasah dengan mengajarinya tehnik menggambar yang baik. Siapa tahu nanti anak bisa menghasilkan uang dari gambar yang dia buat. Atau jika dia senang memasak, ajari dia memasak. Atau senang menulis, fasilitasi agar kemampuan menulisnya semakin terasah. Dan sebagainya. Semua keterampilan ini akan melekat erat dalam benak anak jika anak-anak memang menyukainya. Dan setelah dia melekat maka dia akan menjadi sebuah kemampuan dan investasi ilmu yang gratis seumur hidup dia insya Allah. Inilah yang aku maksud dengan:

Menghasilkan uang dari sesuatu yang gratis.

Yaitu, dengan memanfaatkan segenap kemampuan keterampilan dan bakat yang melekat dalam diri kita sendiri. Ini adalah harta yang tidak akan hancur oleh bencana apapun insya Allah dan akan melekat seumur hidup.

Sedangkan budaya rajin menabung, harus dipupuk sejak usia dini karena bagus untuk pembentukan karakter hemat dan cermat dalam mengelola keuangan. Bayangkan mereka harus menyisihkan uang saku secara terus menerus. Berlatih untuk bersabar agar uang yang disisihkan itu tidak mudah diambil setelah dimasukkan ke dalam celengan. Lalu berlatih untuk membuat perencanaan apa yang akan dibeli jika uang itu sudah terkumpul banyak. Dan yang pasti, uang tabungan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit ini, sebenarnya juga harta yang bersifat gratis loh. Kenapa? Karena, kita menyisihkan uang sisa yang tak terpakai.
Jadi, yang semula sisa kelak malah jadi harta yang banyak. Apa nggak cihuy namanya?

Nah. Jika sudah ada uangnya, barulah diajarkan bagaimana mengelolanya. Yang namanya anak-anak itu kan, belum begitu pandai mengelola uang biasanya. Jadi, begitu mereka punya uang, ajarkan untuk:


1. Sisihkan uang untuk disedekahkan (biasakan anak untuk berinfaq dan bersedekah). 

Ini pelajaran akhlak yang penting bagi anak-anak kita). Kami punya celengan khusus yang dibungkus dengan tulisan: Kencleng Ramadhan. Karena, semua sedekah yang dikumpulkan selama satu tahun, di bulan Ramadhan akan kami serahkan pada lembaga Zakat. Kenapa selalu bulan Ramadhan? hehehe... karena hanya di bulan Ramadhan pahala dilipat-gandakan. Berapa banyak yang disisihkan untuk disedekahkan? Cukup 2,5% saja. Nggak banyak kan. Anakku, meski hanya sekeping Rp50, tetap diusahakan untuk dimasukkan ke dalam Kencleng Ramadhannya. Kalau sudah setahun, kumpulan uang receh Rp50 itu bisa jadi puluhan ribu juga loh. Jadi, jangan abaikan uang receh.

2. Sisihkan uang untuk ditabung (biasakan anak untuk rajin menabung).

Ini adalah pelajaran berinvestasi yang insya Allah amat berguna bagi anak-anak kita. Agar mereka punya mental investor dan tidak boros. Jangan paksa anak bahwa seluruh uangnya harus ditabung. Sepertiga (1/3) nya saja deh dari uang yang mereka miliki. Anak-anakku, selalu memiliki celengan lucu di kamarnya masing-masing. Karena, memang tidak mungkin untuk setor ke tabungan di bank uang sebesar Rp150,- (seratus lima puluh perak). Jadi, kumpulin saja dulu semua uang receh ini di dalam celengan, nanti jika celengan sudah penuh, keluarkan baru simpan di bank.
Sekarang ada loh jenis tabungan untuk anak-anak. Dapat hadiah langsung yang lucu-lucu lagi jika kita membuka tabungan untuk anak-anak di bank. Jadi, anak-anak juga semangat.

3. Uang terakhir yang tersisa itulah uang untuk mereka. Hak mereka untuk menggunakannya.

Nah, karena sudah banyak dipotong-potong dengan hal-hal di atas, bolehlah orang tua menambahi jika ternyata apa yang ingin mereka beli uangnya tidak cukup. Ini namanya bonus. Tapi, boleh juga mengajarkan mereka agar uangnya kembali ditabung hingga jumlahnya mencukupi untuk membeli sesuatu yang mereka beli. Ini namanya nabung dulu hingga cukup.

4. Gunakan uang sesuai dengan skala prioritas.

Ingat kan yang aku tulis di atas sebelumnya tentang apa saja skala prioritas? Nah. Biasakan anak-anak untuk berpikir bahwa ada yang namanya skala prioritas. Beri pengertian pada mereka perlahan jika mereka belum bisa berpikir apa skala prioritas saat ini.

5. Hindari ber-Hutang!

Sekarang ini ada banyak tawaran untuk bisa memiliki sesuatu dengan cara berhutang. Kami, selalu mengajarkan anak-anak untuk menghindari semaksimal mungkin usaha untuk berhutang demi bisa memiliki sesuatu. Karena, sesungguhnya berhutang itu artinya harta yang kita miliki sekarang, tidak sepenuhnya kita miliki. Tapi harus dikurangi dengan hutang kita. Dan itu otomatis akan mengurangi jumlah harta yang ada.
Lebih baik nabung dulu deh sabar-sabar agar bisa memiliki sesuatu yang kita inginkan tersebut. Atau, cari alternatin lain yang nilainya sama dan setara. Misalnya, jika membeli buku hard cover harganya Rp50.000, sedangkan memiliki buku dengan soft cover harganya Rp35.000; maka pilihlah yang soft cover. Karena isinya toh sama saja. Kecuali jika ada nilai tambah lain di dalamnya.

6. Ini yang terakhir, mungkin bisa diajarkan ketika anak di bangku kelas 4-5-6 Sekolah Dasar. Yaitu, selektif memilih investasi.

Jadi misalnya begini. Jika kita membeli barang, pilihannya A harganya Rp1000, B harganya Rp500. Sekilas memang terlihat rugi jika membeli barang A karena barang setara harganya lebih murah. Tapi, ternyata dengan membeli barang A, kita memperoleh beberapa keuntungan seperti lebih awet barangnya (tidak cepat rusak), lebih enak digunakannya (dan imbasnya kita jadi lebih produktif berkarya), juga harga purna jualnya tidak terlalu jauh jatuhnya, maka lebih baik pilih barang A.

Artinya, dengan membeli barang A, meski uang yang dikeluarkan lebih banyak sedikit, tapi nilai investasinya ternyata lebih menguntungkan.

Hal sama, terjadi pada keputusan anak keduaku yang semula enggan menabung di bank. Karena menurut dia, menabung di celengan di rumah lebih menguntungkan ketimbang menabung di bank. Perhitungannya, karena kita tidak pernah tahu apa yang terjadi besok. Jika ada keperluan mendadak, maka menabung di celengan ternyata lebih memudahkan bagi dia daripada menabung di bank karena kemudahan untuk menggunakan uang simpanannya saat itu juga. Hanya saja, yang tidak diperhitungkan oleh anakku adalah, bahwa uang yang ditabung di bank itu sebenarnya bisa menjadi uang produktif karena ada bagi hasil yang diberikan oleh bank (kami sekeluarga pengguna bank syariah). Uang yang ditabung di bank itu, akan diputar oleh bank untuk bisa digunakan oleh mereka yang berproduksi dan kelak uang itu menghasilkan keuntungan berupa bagi hasil. Hal ini tidak terjadi pada uang yang ditabung di celengan yang lebih bersifat pasif.
Jadi, meski bagi hasilnya kecil sekali, tapi karena adanya nilai plus jika menabung di bank, maka anak keduaku pun akhirnya membuka tabungan di bank baru-baru ini.

masa-masa ketika anak-anakku bingung lebih baik nabung di bank atau di celengan?


Demikianlah cara kami mengajarkan anak untuk kelola keuangan dengan bijak sejak dini. Cobain deh, it's work loh. Lambat laun, karakter gemar menabung dan berusaha untuk 'kaya' di dunia dan akhirat akan terbentuk pada anak-anak kita.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 722

Trending Articles