Alkisah Nasrudin Hoja suatu hari tampak sedang berjongkok di halaman rumahnya. Bukan hanya berjongkok, tapi sebenarnya dia berjalan meski dalam posisi jongkok. Matanya terus menerus melihat ke atas permukaan tanah. Sementara tangannya tampak meraba-raba seakan-akan mencari sesuatu. Kelakuannya ini terus berlangsung hingga matahari beranjak naik hingga di atas kepala. Tentu saja tetangganya keheranan melihat hal ini. Maka, dengan penuh rasa ingin tahu, tetangga Nasrudin mendatangi Nasrudin.
"Nasrudin... kamu lagi ngapain sih? Kok daritadi kayak lagi mencari-cari sesuatu?"
Mendengar sapaan tetangganya tersebut, Nasrudin mengangguk mengiyakan.
"Benar sekali dugaanmu tetanggaku. Aku memang sedang mencari-cari sesuatu."
"Oh... apakah yang sedang kamu cari itu Nasrudin?"
"Aku sedang mencari cincin istriku yang hilang."
"Hah? Cincin? Cincin seperti apa?"
Lalu, Nasrudin pun menceritakan seperti apa ciri-ciri cincin yang dia sedang cari tersebut.
"Kapan hilangnya cincin itu?" tetangganya mulai tergerak untuk membantu dan mulai ikut berjongkok. Bayangan ciri-ciri cincin seperti yang diceritakan oleh Nasrudin telah diingatnya baik-baik dan menjadi patokannya dalam niatnya untuk membantu Nasrudin.
"Hilangnya semalam."
"Oh, hilangnya semalam. Baiklah... aku akan membantumu mencarinya."
Akhirnya, berdua dnegan tetangganya, Nasrudin kembali menelusuri halaman rumahnya. Jengkal demi jengkal mereka susuri tapi hingga sampai di ujung halaman, cincin itu tidak dapat ditemukan. Maka, mereka pun kembali mencarinya dari awal lagi. Barangkali saja ada jengkal tanah yang terlewatkan. Sementara matahari semakin terik memanggang punggung mereka. Dalam kelelahan akibat panas yang terik, tetangganya kembali bertanya pada Nasrudin.
"Nasrudin... kamu yakin nih cincin itu hilang di halaman sini? Kok sudah kita susuri tidak ketemu juga ya? Apa ada bagian dari halaman ini yang terlewat ya?" mendengar pertanyaan tetangganya tersebut, Nasrudin menjawab kalem.
"Oh, hilangnya memang bukan disini sih sebenarnya." kontan tetangganya langsung berhenti mencari. Matanya memicing, fokus tertuju pada Nasrudin.
"Dimana hilangnya?" tetangganya mulai mencurigai sesuatu.
"Hilangnya di dalam rumah."
HAH! Benar saja. Geraham tetangganya mulai mengeras. Kesal. Sudah dari tadi terpanggang terik matahari ternyata sia-sia bantuan yang diberikan.
"Duh... jika hilangnya di dalam rumah, kenapa nyarinya di sini sih?" Nasrudin hanya tersenyum ke arah tetangganya tanpa merasa bersalah sama sekali.
"Maaf.. bukan apa-apa. Tapi, minyak untuk menyalakan lampu di dalam rumah saya habis. Jadi, rumah saya gelap gulita meski hari sudah siang. Susah nyari cincin yang kecil itu di dalam rumah yang gelap. Lebih mudah mencarinya di halaman ini, yang terang benderang di siang hari."
"Hah! Konyol ah." dengan kesal, tetangga Nasrudin pun pergi meninggalkan Nasrudin dengan kesal.
Jika kita membaca kisah-kisah penuh hikmah dari Nasrudin Hoja (seorang Sufi Humoris), maka kita akan menemukan berbagai kisah kelucuan-kelucuan yang terdengar nyeleneh sekaligus mengandung sarkasme yang unik. Uniknya karena tersaji lucu.
Nah... kebetulan beberapa waktu yang lalu, ketika aku baru saja menuju jalan pulang ke rumah aku menemukan sesuatu yang lucu. Dan kejadian ini membuatku asli ingat kisah Nasrudin ketika mencari cincin di halaman rumahnya. Kejadian apa itu?
Yaitu kejadian ketika tetanggaku, sore-sore tampak asyik membunuh nyamuk yang berkembang biak di dalam got di depan rumahnya dengan raket nyamuk. Eh.. lebih tepatnya di dalam got (selokan) tetangga di samping rumahnya.
"Eh.... pak, rajin nih bunuh nyamuk." ujarku basa-basi.
"Iya... soalnya di rumah saya banyak banget nyamuknya." Glek. Aku langsung tercenung mendengar alasan dia membunuh nyamuk di dalam got tersebut.
"Oh... eh.. kenapa nggak bunuh nyamuk yang ada di dalam rumah saja pak?"
"Oh... nggak bu.. nyamuk yang disini lebih banyak. Dari tadi bunyi terus nih raket saya."
(what?)
lalu hening.....
kenapa aku gagal paham dengan pemikiran si tetanggaku ini ya?
"Nasrudin... kamu lagi ngapain sih? Kok daritadi kayak lagi mencari-cari sesuatu?"
Mendengar sapaan tetangganya tersebut, Nasrudin mengangguk mengiyakan.
"Benar sekali dugaanmu tetanggaku. Aku memang sedang mencari-cari sesuatu."
"Oh... apakah yang sedang kamu cari itu Nasrudin?"
"Aku sedang mencari cincin istriku yang hilang."
"Hah? Cincin? Cincin seperti apa?"
Lalu, Nasrudin pun menceritakan seperti apa ciri-ciri cincin yang dia sedang cari tersebut.
"Kapan hilangnya cincin itu?" tetangganya mulai tergerak untuk membantu dan mulai ikut berjongkok. Bayangan ciri-ciri cincin seperti yang diceritakan oleh Nasrudin telah diingatnya baik-baik dan menjadi patokannya dalam niatnya untuk membantu Nasrudin.
"Hilangnya semalam."
"Oh, hilangnya semalam. Baiklah... aku akan membantumu mencarinya."
Akhirnya, berdua dnegan tetangganya, Nasrudin kembali menelusuri halaman rumahnya. Jengkal demi jengkal mereka susuri tapi hingga sampai di ujung halaman, cincin itu tidak dapat ditemukan. Maka, mereka pun kembali mencarinya dari awal lagi. Barangkali saja ada jengkal tanah yang terlewatkan. Sementara matahari semakin terik memanggang punggung mereka. Dalam kelelahan akibat panas yang terik, tetangganya kembali bertanya pada Nasrudin.
"Nasrudin... kamu yakin nih cincin itu hilang di halaman sini? Kok sudah kita susuri tidak ketemu juga ya? Apa ada bagian dari halaman ini yang terlewat ya?" mendengar pertanyaan tetangganya tersebut, Nasrudin menjawab kalem.
"Oh, hilangnya memang bukan disini sih sebenarnya." kontan tetangganya langsung berhenti mencari. Matanya memicing, fokus tertuju pada Nasrudin.
"Dimana hilangnya?" tetangganya mulai mencurigai sesuatu.
"Hilangnya di dalam rumah."
HAH! Benar saja. Geraham tetangganya mulai mengeras. Kesal. Sudah dari tadi terpanggang terik matahari ternyata sia-sia bantuan yang diberikan.
"Duh... jika hilangnya di dalam rumah, kenapa nyarinya di sini sih?" Nasrudin hanya tersenyum ke arah tetangganya tanpa merasa bersalah sama sekali.
"Maaf.. bukan apa-apa. Tapi, minyak untuk menyalakan lampu di dalam rumah saya habis. Jadi, rumah saya gelap gulita meski hari sudah siang. Susah nyari cincin yang kecil itu di dalam rumah yang gelap. Lebih mudah mencarinya di halaman ini, yang terang benderang di siang hari."
"Hah! Konyol ah." dengan kesal, tetangga Nasrudin pun pergi meninggalkan Nasrudin dengan kesal.
![]() |
gambar diambil dari republika |
Jika kita membaca kisah-kisah penuh hikmah dari Nasrudin Hoja (seorang Sufi Humoris), maka kita akan menemukan berbagai kisah kelucuan-kelucuan yang terdengar nyeleneh sekaligus mengandung sarkasme yang unik. Uniknya karena tersaji lucu.
Nah... kebetulan beberapa waktu yang lalu, ketika aku baru saja menuju jalan pulang ke rumah aku menemukan sesuatu yang lucu. Dan kejadian ini membuatku asli ingat kisah Nasrudin ketika mencari cincin di halaman rumahnya. Kejadian apa itu?
Yaitu kejadian ketika tetanggaku, sore-sore tampak asyik membunuh nyamuk yang berkembang biak di dalam got di depan rumahnya dengan raket nyamuk. Eh.. lebih tepatnya di dalam got (selokan) tetangga di samping rumahnya.
![]() |
ini yang dimaksud dengan raket nyamuuk |
"Eh.... pak, rajin nih bunuh nyamuk." ujarku basa-basi.
"Iya... soalnya di rumah saya banyak banget nyamuknya." Glek. Aku langsung tercenung mendengar alasan dia membunuh nyamuk di dalam got tersebut.
"Oh... eh.. kenapa nggak bunuh nyamuk yang ada di dalam rumah saja pak?"
"Oh... nggak bu.. nyamuk yang disini lebih banyak. Dari tadi bunyi terus nih raket saya."
(what?)
lalu hening.....
kenapa aku gagal paham dengan pemikiran si tetanggaku ini ya?