Quantcast
Channel: Ocehan Ade Anita
Viewing all articles
Browse latest Browse all 722

Evaluasi Resolusi 2014 : GUE NGGAK SEMPURNA, MAS"

$
0
0
Selama beberapa tahun belakangan ini, aku selalu menulis dalam daftar resolusi awal tahunku bahwa aku ingin belajar memetik gitar. Bahkan, saking pinginnya bisa main gitar aku sampai-sampai mengkhayal udah jago beneran. Nah... karena udah jago main gitar, gak salah kan kalau nulis daftar lagu yang mau dimainkan. Daftarnya bisa dilihat di tulisanku yang berjudul To run my own playlist.Terus, khayalanku bahkan sampai jauhhhhh.... yaitu sampai mengkhayal jika saja bisa mengisi sebuah acara di atas panggung.

"Hmm... aku nanti duduknya gimana ya biar meluk gitarnya enak?"
"Enaknya pake rok atau celana panjang ya?"

hahahaha.... khayalannya mah dah gak tanggung-tanggung deh. Tapi kenyataannya.... tetep... belum bisa main gitar.
huhuhuhu

Aku pingin bisa main gitarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr....
Tapi gimana caranya?
Nah.. buat memacu semangat, maka tulisan "belajar main gitar" selalu aku masukkkan dalam daftar resolusi yang ingin aku lakukan di awal tahun. Termasuk di tahun 2014 ini.
Hasilnya, akhirnya, aku berhasil "MEMAKSA" diriku untuk bergabung dengan kursus privat gitar di Yamaha School of Music. Tentu saja berdua putri bungsuku: Hawna.

hehehe... tahu nggak... awalnya, karena malu takut diledekin sama keluarga besar karena "ihh.. udah tua masih aja belajar main gitar kayak anak kecil aja." awalnya, aku merahasiakan kegiatan baruku ini dari orang-orang. Jadi cuma putri bungsuku saja yang tahu tapi dia kan bukan tipe anak yang ember. Jadi kalau nggak ada yang nanya dia nggak bakal ngasi pengumuman. Bahkan, suamiku saja tidak tahu saking aku takut malunya.

Hmm... iya bener. Ini untuk pertama kalinya aku merahasiakan sesuatu dari suamiku (*sungkem).
Tapi... ternyata kursus memetik gitar diam-diam itu luar biasa susahnya. Lahhh.. belajar terang-terangan aja susah apalagi diam-diam kan? Mau latihan di rumah, nanti orang-orang pada curiga. Nggak latihan aku ngerasa kian hari kian OON.

Belajar memetik gitar itu asli bikin aku frustasi berat, sodara-sodara!
Aku kan punya kelemahan; yaitu sulit mengingat arah kiri dan kanan (kita sebut saja disorientasi arah; yaitu kondisi dimana aku sendiri lupa tangan kiri dan tangan kanan lalu terus bergulir menjadi sulit mengingat arah kiri dan arah kanan dannnn semua yang bersinggungan dengan arah kiri dan arah kanan). Nah.... ternyata untuk bisa memetik gitar itu dibutuhkan koordinasi yang kompak antara tangan kiri dan tangan kanan. Dan disinilah muncul kesulitanku untuk memenuhi hal tersebut.

Astagaaaahhhhh....
Bayangkan. Ketika aku konsentrasi untuk memegang senar dengan jari-jari tangan kiriku, maka si tangan kanan bengong. Dia diam tidak bergerak. Jadi, terpaksa aku menoleh ke tangan kanan dan mulai gonjreng-gonjreng agar dia bergerak mengocok senar ehhhh... si jari-jari di tangan kiri yang gantian diam tidak berkutik.

Aduhhh... tangan kanan dan tangan kiriku benar-benar minta perhatian yang berimbang padahal pandangan wajahku kan hanya bisa menatap ke salah satu di antara mereka saja.

Belum lagi ingatanku yang luar biasa menguji kesabaran. Memori jangka pendekku cepat sekali melupakan semua pelajaran memetik gitar yang aku dapatkan. Mungkin ini akibat disorientasi arah yang aku miliki ya.

Semua yang aku pelajari hari ini, besok pagi sudah lupa.
Lalu aku latih lagi, dan besoknya sudah lupa lagi.
ARRGHHHHH...
Aku tidak tahan.
Aku benar-benar merasa "cacat" karena ketidak-mampuan ini.
Dan inilah awal aku akhirnya memutuskan untuk berterus terang pada suamiku untuk pertama kalinya. Tidak jadi berahasia lagi, dan tidak jadi ingin membuat surprise "tiba-tiba bisa main gitar".

"Mas... ada yang mau ade omongin."
"Apa?"
"Tapi janji ya jangan ngetawain?"
"Iya."
"Janji juga jangan marah?" Suamiku awalnya mulai bingung dan tidak langsung menjawab. Dia mungkin jadi menebak-nebak ya dalam hati, "istri gue mau ngomong apaan sih banyak amat syaratnya?". Tapi, berhubung aku keukeuh minta dia untuk berjanji, jadi dia akhirnya mengiyakan.
"Sama... jangan ngeledekin ade kalau ade udah selese ngomong?" Yang ini suamiku udah gak mau komen lagi. Dia mau nunggu aku mau ngomong apa. Hasilnya.... aku pun mulai siap-siap untuk cerita tentang kegiatan baruku ini. Tapi... baru juga ngomong:

"Mas... ade kan ikut kursus gitar bareng sama Hawna." Suamiku masih nunggu dan mendengar.
"Udah jalan beberapa kali mas... tapi.... hiks..." Ehhhh... boro-boro cerita... akunya malah nangis sesenggukan. Akhirnya, suamiku merengkuh tubuhku dan menenangkanku dulu deh. Sampai sesenggukannya hilang. Lalu ngasih kesempatan buatku untuk meneruskan ceritaku. Aku berusaha keras untuk meneruskan cerita terus terangku padanya. Tapi.. baru juga ngomong...

"Ade... ade... ade ternyata nggak bisa mas... susahhhh... ade susah ngo-ordinasi tangan kiri sama tangan kanan biar kompak...huhuhu..." Aku nangis lagi.

Arrrghhh... rasanya inilah obrolan yang penuh dengan isak tangis dan air mata antara aku dan suamiku.
Bener deh.
Mengakui semua kelemahan kita di hadapan suami itu beraatttttt banget.
Selama ini, aku tuh selalu berusaha untuk tampil sebagai seorang teman yang asyik buat suamiku, istri yang bisa dibanggakan, ibu yang disayang oleh anak-anaknya dan ... ahhh... pokoknya pingin jadi ideal gitu deh. Nah... ketika tiba saatnya untuk mengakui bahwa "GUE NGGAK SEMPURNA, MAS".... wuaaaaaaaa.... rasanya dada ini mau meledak.

Padahal, suami tahu pasti semua kelemahanku itu. Itu sebabnya dia mengusahakan untuk membelikan sebuah cincin sederhana yang selalu setia melingkar di jari manis tangan kananku. Cincin ini untuk mengingatkanku bahwa itulah tangan kananku. Jadi, jika aku ingin menentukan arah kanan, aku cukup melirik cincin tersebut dan langsung tahu itu tangan kananku berarti arah kanan adalah arah yang searah dengan tangan tersebut.

Padahal suamiku selama ini maklum banget kalau aku tuh emang dari dulu punya disorientasi arah. Makanya dia suka nggak ngijinin aku pergi jauh-jauh karena beberapa kali aku pergi eh... ujungnya aku nyasar karena kehilangan arah dan lupa jalan lalu tersesat.

Nah... setelah semua padahal-padahal itu.. tetap saja aku menangis hebat ketika mengakui bahwa ternyata aku sepertinya GAGAL DEH MEWUJUDKAN RESOLUSIKU BUAT MAIN GITAR.

"Aku... aku kayaknya nggak bakalan bisa deh mas main gitar. Susah.. susah banget-banget. Aku selalu lupa dengan semua notasi yang sudah diajarkan. Main gitar itu menghendaki kita untuk bisa main dengan dua tangan dan kedua tanganku susah diajak kompak."
Aku terus menghamburkan semua keluhanku sambil terus saja menangis. Sementara suamiku dengan sabar hanya menjadi pendengar dan penenang. Setelah semua curahan hati tertumpah, akhirnya barulah suamiku bicara.

"Menurut aku.. kamu bisa kok De belajar main gitar. Tapi.. karena kamu sulit koordinasi kiri kanan, gimana kalau belajar main gitarnya jangan belajar main gitar klasik. Tapi gitar pop saja."
"Gitar pop?"
"Iya... kamu nggak berniat untuk jadi pemain gitar profesional kan? Atau mau nyiptain lagu. Kamu cuma mau bersenang-senang saja dengan gitar kan? Pilih yang mudah saja, sayang. Belajar Gitar Klasik jauh lebih sulit memang. Aku saja belum tentu bisa."

TRING.
Nasehatnya ini sedikit mencerahkan hatiku yang mendung.
Tapi, berhubung rasa gengsiku masih bersemayam dalam dada jadi, aku menolak untuk mundur.
"Aku coba lagi deh beberapa minggu lagi. Kalau benar-benar gak ada kemajuan... aku ganti jadi gitar pop."

Lalu.... karena aku sudah terus terang pada suamiku dan suamiku sekarang malah mendukung usahaku ini 1000%.... maka aku pun mulai bersemangat. Nah... aku punya cerita yang mengharukan dari cerita latihanku ini. Kebetulan cerita ini aku share di status facebookku.


 Ini status facebookku tertanggal 24 oktober 2014:
 Ini sahabat kecilku, yang paling aku sayangi.

3 Bulan lalu kami berdua mendaftarkan diri di sebuah tempat kursus gitar. Awalnya, sahabat kecilku ini ragu dan pesimis.
"Aku gak bisa bu."
"Sama..ibu juga gak bisa. Makanya kita berdua belajar. Kalau kita udah jago, kita ikut konser bukan ikut kursus les gitar."

Awalnya, aku yang selalu meraih tangan mungil sahabat kecilku ini lalu menepuk-nepuknya agar dia tetap semangat dan berani. Memberinya hadiah kecupan ketika dia berhasil mengalahkan rasa tidak percaya dirinya. Dan kadang hadiah kecil ketika dia berhasil menyelesaikan tugas melatih dan mengingat cord gitar. Seperti membelikannya cemilan yang dia suka atau memasak masakan kegemarannya.
Waktu berlalu.
Hari berganti minggu.
Minggu berganti bulan.
Sudah 3 bulan tak terasa. Sahabat kecilku ini sudah melewati sepertiga halaman buku pegangan. Dia juga sudah hafal cord sederhana.
Sayangnya... hal tersebut tidak terjadi pada diriku.

Sebagai seorang yang punya kelemahan berupa "disorientasi arah" aku menghadapi kesulitan untuk belajar main gitar klasik.

Semua pelajaran yang diberikan oleh guru musikku, susah payah untuk bisa kuingat. Jika aku konsentrasi pada tangan kanan, tangan kiriku menjadi kaku. Dan ketika aku fokus pada petikan jari di tangan kiri, tangan kananku diam mematung.

Semua cord tidak ada yang nempel di ingatanku. Jangankan cord, nama guru lesku saja susah aku mengingatnya. Jika hari ini aku menghafal cord maka besok pasti sudah lupa. Ketidak mampuan untuk mensikronkan tangan kiri dan kanan benar-benar menggangguku. Sulit ternyata untuk fokus pada keduanya. Harus salah satu mengalah tapi gak mungkinnnnn....

Maka... Ketika sahabat kecilku sudah masuk bab 2 sementara aku masih tersendat-sendat di halaman 2, aku mulai merasa putus asa. Kesal sendiri kenapa aku harus punya kelemahan ini.

Dan ketika sahabat kecilku masuk bab 3 sementara aku baru masuk halaman 3 setelah 3 bulan kami kursus, aku pun menangis di depan suamiku. Dan curhat padanya.

"De...mungkin kamu memang tidak harus belajar gitar. "
"Tapi aku sudah lama tidak pernah melatih otakku mas dengan pelajaran baru. Dengan belajar main gitar klasik, aku tadinya mau maksa otakku agar latihan lagi untuk ingat kiri kanan."

Setelah air mataku dihapus oleh suamiku, aku kembali memberi semangat pada diri sendiri.
"Bisa....bisa... kamu pasti bisa ade." Self-reminder.

Tapi tetap saja kesulitan. Mau curhat ke suami lagi malu (*hehehe curhat-nangis-tapi kok ngotot mau ikut terus.)

Jadi, diam-diam aku berlatih siang-siang ketika di rumah hanya berdua dengan sahabat kecilku ini.
"Susah ya bu?"
"Iyaa.... soalnya ibu susah nyamain kiri kanan. Jadi ibu gak bisaaaaaa....."
Tanpa sadar, aku pun menangis di pelukan sahabatku ini. Dan yang dia lakukan adalah menepuk pundakku hangat dan melontarkan kalimat memberi semangat.

Lalu... sudah dua pekan ini, dalam perjalanan menuju kelas, sahabat kecilku ini sepanjang jalan di koridor menuju kelas membisikkanku sebuah bocoran:
"Bu... ingat. . C itu dua lima, G7 satu enam. "
"Sip..sip."
"Do di grid satu... re di tiga."
"Okeh."

Bisikan kecilnya di menit terakhir sebelum kami masuk ke dalam ruangan ternyata efektif loh. Aku berhasil mengingatnya dan mulai bisa melepaskan pandangan dari senar dan fokus melihat pada buku musik. Masih banyak salahnya tapi kiri kanan sudah bisa diajak kerja sama.

Akhirnya.... alhamdulillah kemarin aku berhasil menyelesaikan bab 1.

"Ibu hebat... ibu pinter. Gitu dong."
"Minggu depan ingetin ibu lagi ya sebelum masuk kelas."
"Iya..tenang aja nanti aku ajarin kok."
sahabat kecilku ini meraih jemari tanganku lalu menepuk-nepuknya dengan hangat. Serta mendaratkan sebuah kecupan kecil di pipiku.
Pluk.
Basah.
Hangat.
Benar-benar perlakuan sahabat yang hangat. Yang sadar bahwa dia punya seorang ibu yang jauh dari kata sempurna. Tapi tidak melunturkan respek dan sayangnya sedikitpun pada si ibu.

*alhamdulillah (makasih ya nak)


============
Nah... itulah salah satu status facebook yang paling berkesan di hatiku sepanjang tahun 2014.




Viewing all articles
Browse latest Browse all 722

Trending Articles